MAKALAH KEWARGANEGARAAN ORDE LAMA, BARU DAN REFORMASI
MAKALAH KEWARGANEGARAAN
MENGENAI ORDE LAMA, BARU DAN REFORMASI
KELAS XI IPA
Di susun
oleh :
1. Ayu’ Aisyah
2. Danar Aulia Husnan
3. Lynda Puji
Kartikasari
4. Roro Kusumaningrum
5. Umdatul Khoirot
Pengajar
Bp. Sutrisno
MAN 2
MADIUN
JLN.
SUMBER KARYA NO.05 KEC. TAMAN MADIUN
TAHUN
2013/2014
KATA
PENGANTAR
Bismillahhirrahmanirrahim....
Assalamualaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh..
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas limpahan nikmat dan karunianya
sehingga makalah ini bisa tersusun dengan baik, meskipun masih jauh dengan
kesempurnaan. Salawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW. Beserta keluarga dan pengikutnya. Semoga kita selaku pengikut
setianya dapat menegakkan nilai-nilai sunnah secara integral dalam kehidupan
pribadi dan sosial.
Dengan
dibuatnya makalah ini diharapkan dapat memotivasi terciptanya komunitas belajar
di lingkungan madrasah. Makalah ini diharapkan memberikan alternatif penuntun
belajar yang dapat diterapkan dan dikembangkan untuk meningkatkan kompetensi.
Kami
berharap semoga makalah ini dapat menciptakan dan mengoptimalkan proses
pembelajaran Pendidikan kewarganegaraan(PKN) yang membahas tentang order lama,
order baru dan order reformasi. Semoga segala sesuatu yang bermanfaat mendapatkan rahmat dan ridho
Allah SWT.
Wassalamualaikum Warahmatullahi
Wabaraktuh..
Madiun,
26 Oktober 2013
Penyusun
DAFTAR
ISI
BAB I (PENDAHULUAN)
Kata Pengantar...................................................................................................
Daftar Isi............................................................................................................
Persembahan........................................................................................................
Latar Belakang......................................................................................................
Tujuan Masalah.........................................................................................................
Rumusan Masalah..................................................................................................
Manfaat.....................................................................................................................
BAB II (PEMBAHASAN)
A. Orde Lama..........................................................................................................
B. Orde Baru......................................................................................................
C. Orde Reformasi..................................................................................................
D. Persamaan dan Perbedaan antara Orde Lama,
Baru dan Reformasi...............
BAB III (PENUTUP)
Kesimpulan............................................................................................................
Saran............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Selama hampir 57 tahun
sebagai bangsa merdeka kita dihadapkan pada panggung sejarah perpolitikan dan ketatanegaraan
dengan dekorasi, setting, aktor, maupun cerita yang berbeda-beda. Setiap pentas
sejarah cenderung bersifat ekslusif dan Steriotipe. Karena kekhasannya tersebut
maka kepada setiap pentas sejarah yang terjadi dilekatkan suatu atribut demarkatif,
seperti Orde Lama, Orde Baru Dan Kini Orde Reformasi.
Karena
esklusifitas tersebut maka sering terjadi pandangan dan pemikiran yang bersifat
apologetik dan keliru bahwa masing-masing Orde merefleksikan tatanan
perpolitikan dan ketatanegaraan yang sama sekali berbeda dari Orde sebelumnya
dan tidak ada ikatan historis sama sekali
Orde Baru lahir karena
adanya Orde Lama, dan Orde Baru sendiri haruslah diyakini sebagai sebuah
panorama bagi kemunculan Orde Reformasi. Demikian juga setelah Orde Reformasi
pastilah akan berkembang pentas sejarah perpolitikan dan ketatanegaraan lainnya
dengan setting dan cerita yang mungkin pula tidak sama.
Dari perspektif ini
maka dapat dikatakan bahwa Orde Lama telah memberikan landasan kebangsaan bagi
perkembangan bangsa Indonesia. Sementara itu Orde Baru telah banyak memberikan
pertumbuhan wacana normatif bagi pemantapan ideologi nasional, terutama melalui
konvergensi nilai-nilai sosial-budaya (Madjid,1998) Orde Reformasi sendiri
walaupun dapat dikatakan masih dalam proses pencarian bentuk, namun telah
menancapakan satu tekad yang berguna bagi penumbuhan nilai demokrasi dan
keadilan melalui upaya penegakan supremasi hukum dan HAM. Nilai-nilai tersebut
akan terus di Justifikasi dan diadaptasikan dengan dinamika yang terjadi.
RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang hendak di uraikan dalam makalah ini
adalah ;
a. Bagaimana kondisi
politik indonesian pada masa Orde Lama ?
b. Bagaimana kondisi
politik pada masa demokrasi liberal dan parlementer ?
c. Bagaimana proses peralihan
kekuasaan dari orde lama ke orde baru ?
d. Bagaimana proses
terjadinya peristiwa G 30 S/PKI ?
e. Bagaimana perbedaan
kebijakan politik pada masa Orde Lama dan Orde Baru ?
TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk ;
a. Mengetahui pengertian dan segala sesuatu
yang mencangkup tentang Order lama
b. Mengetahui
pengertian dan segala sesuatu yang mencangkup tentang Order baru
c. Mengetahui
pengertian dan segala sesuatu yang mencangkup tentang Order
Reformasi
d. Mengetahui
persamaan dari ketiga Order tersebut
e. Mengetahui
perbedaan dari ketiga Order tersebut.
MANFAAT
a. Mengetahui kondisi
politik indonesian pada masa Orde Lama
b. Mengetahui kondisi
politik pada masa demokrasi liberal dan parlementer
c. Mengetahui proses
peralihan kekuasaan dari orde lama ke orde baru
BAB II
PEMBAHASAN
A. ORDE LAMA (1950 –
1965 )
1. Demokrasi Liberal (1950 – 1959)
Dalam proses pengakuan kedaulatan dan pembentukan kelengkapan
negara, ditetapkan pula sistem demokrasi yang dipakai yaitun sistem demokrasi
liberal. Dalam sistem demokrasi ini presiden hanya bertindak sebagai kepala
negara. Presiden hanya berhak mengatur formatur pembentukan kabinet. Oleh
karena itu, tanggung jawab pemerintah ada pada kabinet. Presiden tidak boleh
bertindak sewenang-wenang. Adapun kepala pemerintahan dipegang oleh perdana
menteri.
Dalam sistem demokrasi ini, partai-partai besar seperti
Masyumi,Pni,dan PKI mempunyai partisipasi yang besar dalam pemerintahan.
Dibentuklah kabinet-kabinet yang bertanggung jawab kepada parlemen (Dewan
Perwakilan Rakyat ) yang merupakan kekuatan-kekuatan partai besar berdasarkan
UUDS 1950.
Setiap kabinet yang berkuasa harus mendapat dudkungan mayoritas
dalam parlemen (DPR pusat). Bila mayoritas dalam parlemen tidak mendukung
kabinet, maka kabinet harus mengemblikan mandat kepada presiden. Setelah itu,
dibentuklah kabinet baru untuk mengendalikan pemerintahan selanjutnya. Dengan
demikian satu ciri penting dalam penerapan sistem Demokrasi Liberal di negara
kita adalah silih bergantinya kabinet yang menjalankan pemerintahan.
Kabinet yang pertama kali terbentuk pada tanggal 6 september 1950
adalah kabinet Natsir. Sebagai formatur ditunjuk Mohammad Natsir sebagai ketua
Masyumi yang menjadi partai politik terbesar saat itu. Program kerja Kabinet
Natsir pada masa pemerintahannya secara garis besar sebagai berikut ;
a. Menyelenggarakan
pemilu untuk konstituante dalam waktu singkat.
b. Memajukan
perekonomian, keeshatan dan kecerdasan rakyat.
c. Menyempurnakan organisasi
pemerintahan dan militer.
d. Memperjuangkan soal
Irian Barat tahun 1950.
e. Memulihkan keamanan
dan ketertiban.
Dalam menjalankan
kebijakannya, kabinet ini banyak memenuhi hambatan terutama dari tubuh parlemen
sendiri. Bentuk negara yang belum sempurna dengan beberapa daerah masih berada
ditangan pemerintahan Belanda memperuncing masalah yang ada dalam kabinet
tersebut. Perbedaan politik antara presiden dan kabinet tersebut menyebabkan
kedekatan antara presiden dengan golongan oposisi (PNI). Hal itu menentang
sistem politik yang telah berlaku sebelumnya, bahwa presiden seharusnya
memiliki sikap politik yang sealiran dengan parlemen. Secara berturut-turut
setelah kejatuhan kabinet Natsir, selama berlakunya sistem Demokrasi Liberal,
presiden membentuk kabinet-kabinet baru hingga tahun 1959.
Pada masa Demokrasi
Liberal ini juga berhasil menyelenggarakan pemilu I yang dilakukan pada 29
september 1955 dengan agenda pemilihan 272 anggota DPR yang di lantik pada 20
Maret 1956. Pemilu pertama tersebut juga telah berhasil badan konstituante
(sidang pembuat UUD). Selanjutnya badan konstituante memiliki tugas untuk
merumuskan UUD baru. Dalam badan konstituante sendiri, terdiri berbagai macam
partai, dengan dominasi partai-partai besar seperti NU,PKI,Masyumi dan PNI.
Dari nama lembaga tersebut dapatlah diketahui bahwa lembaga tersebut bertugas
untuk menyusun konstitusi. Konstituante melaksanakan tugasnya ditengah konflik
berkepanjangan yang muncul diantara pejabat militer, pergolakan daerah melawan
pusat dan kondisi ekonomi tak menentu.
2.Demokrasi Terpimpin (1959 – 1965)
a.
Sistem politik Demokrasi Terpimpinat
Kekacauan terus
menerus dalam kesatuan negara Republik Indonesia yang disebabkan oleh begitu
banyaknya pertentangan terjadi dalam sistem kenegaraan ketika diberlakukannya
sistem demokrasi liberal. Pergantian dan berbagai respon dari dari daerah dalam
kurun waktu tersebut memaksa untuk dilakukannya revisi terhadap sistem
pemerintahan. Ir.Soekarno selaku presiden memperkenalkan konsep kepemimpinan baru
yang dinamakan demokrasi terpimpin. Tonggak bersejarah di
berlakukannya sistem demokrasi terpimpin adalah dikeluarkannya Dekrit Presiden
5 Juli 1959.
Peristiwa tersebut
mengubah tatanan kenegaraan yang telah terbentuk sebelumya. Satu hal pokok yang
membedakan antara sistem Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin
adalah kekuasaan Presiden. Dalam Demokrasi
Liberal, parlemen memiliki kewenangan yang terbesar terhadap pemerintahan dan
pengambilan keputusan negara. Sebaliknya, dalam sistem Demokrasi Terpimpin
presiden memiliki kekuasaan hampir seluruh bidang pemerintahan.
Dengan
diberlakukannya Dekrit Presiden 1959 terjadi pergantian kabinet dari Kabinet
Karya (pimpinan Ir.Djuanda) yang dibubarkan pada 10 juli 1959 dan digantikan
dengan pembentukan Kabinet Kerja yang dipimpin oleh Ir.Soekarno sebagai perdana
menteri dan Ir.Djuanda sebagai menteri pertama. Kabinet ini yang memiliki
program khusus yang berhubungan dengan masalah keamanan,sandang pangan, dan
pembebasan Irian Barat. Pergantian institusi pemerintahan anatara lain di MPR
(pembentukan MPRS), pemebntukan DPR-GR dan pembentukan DPA.
Perkembangan dalam
sistem pemerintahan selanjutnya adalah pernetapan GBHN pertama. Pidato Presiden
pada acara upacara bendera tanggal 17 agustus 1959 berjudu”Penemuan Kembali
Revolusi Kita”dinamakan Manifestasi Politik Republik Indonesia(Manipol),yang
berintikan USDEK (UUD 1945,Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin,
Kepribadian Indonesia). Institusi negara selanjutnya adalah mengitegrasikan
sejumlah badan eksekutif seperti MPRS, DPRS, DPA, Depernas, dan Front Nasional
dengan tugas sebgai menteri dan ikut serta dalam sidang-sidang kabinet tertentu
yang selanjutnya ikut merumuskan kebijaksanaan pemerintahan dalam lembaga
masing-masing.
Dalam Demokrasi
Terpimpin presiden mendapat dukungan dari tiga kekuatan besar yaitu Nasionalis,
Agama dan Komunis. Ketiganya menjadi kekuatan presiden dalam mempertahankan
kekuasaannya. Kekuasaan mutlak presiden pada masa itu telah menjadikan jabatan
tersebut sebagai pusat legitimasi yang penting bagi lainnya. Presiden sebagai
penentu kebijakan utama terhadap masalah-masalah dalam negeri maupun luar
negeri .
b. Gerakan 30 September
1965
Salah satu momen
sejarah yang mungkin paling membekas dalam perjalanan sejarah Indonesia adalah
Peristiwa Gerakan 30 September 1965. Peristiwa tersebut sampai saat ini masih
menimbulkan kontrofersi dalam pengungkapan fakta yang sebenarnya. Berbagai
versi tentang gerakan 30 S tersebut telah dikemukakan diantaranya;
Peristiwa G 30 S versi Pemerintah Orde Baru yakni peristiwa 30 S
merupan suatu tindakan makar yang dilakukan oleh PKI terhadap pemerintah
Indonesia yang sah. Tindakan kudeta tersebut dilakukan untuk merebut kekuasaan
dari Ir.Soekarno selaku Penguasa Tertinggi
Angkatan Bersenjata dan Presiden seumur hidupberdasarkan konsep
Demokrasi Terpimpin.
Cara penggulingan
tahun 1965 tersebut adalah dengan menyatukan sejumlah organisasi onderbouw yang
masih tersisa pascaperistiwa 1948.
c. Dampak G 30 S dan
Proses Peralihan Kekuasaan Politik
Adapun dampak dari
peristiwa G 30 S adalah :
- Demostrasi menentang
PKI
Penyelesaian aspek politik terhadap para pelaku G 30 S 1965/PKI
akan di putuskan dalam sidang Kabinet Dwikora tanggal 6 Oktober 1965 dan belum
terlihat adanyaa tanda-tanda akan dilaksanakan. Berbagai aksi digelar untuk
menuntut pemeritah agar segera menyelesaikan masalah tersebut dengan
seadil-adilnya. Aksi dipelopori oleh kesatuan aksi pemuda-pemuda dan
pelajar-pelajar Indonesia seperti KAPPI,KAMI dan KAPI. Mucul pula kasi yang
dilakukan oleh KABI,KAWI yang membulatkan tekad dalam Front Pancasila.
- Mayjen Soeharto
menjadi Pangad
Sementara itu untuk mengisi kekosongan pimpinan AD, pada tanggal 14
oktober 1965 Panglima Kostrad/Pangkopkamtib Mayjen Soeharto diangkat menjadi
Menteri/Panglima AD. Bersamakan itu diadakan tindakan-tindakan pembersihan
terhadap unsur-unsur PKI dan ormasnya.
- Kedaan ekonomi yang
buruk
Sementara itu kedaan ekonomi semakin memburuk. Pada saat itu
politik sebagai panglima, akibatnya masalah lain terabaikan. Akibatnya di
daerah muncul berbagai gejolak sosial yang pada puncaknya menimbulakan
pemberontakan.
- Tri Tuntutan Rakyat
Pada tanggal 12 januari 1966 berbagai kesatuan aksi yang tergabung
dalam Front Pancasila tersebut berkumpul di halaman gedung DPR-GR untuk
mengajukan Tritura yang isinya :
a. Pembubaran PKI dan
ormas-ormasnya.
b. Pembersihan kabinet
Dwikora dari unsur-unsur PKI.
c. Penurunan harga
barang-barang.
Aksi Tritura
berlangsung selama 60 hari sampai dikeluarkannya surat perintah 11 Maret 1966.
- Kabinet seratus
menteri
Pada tanggal 21 februari 1966 presiden Soekarno mengumumkan
perubahan kabinet
9(reshuffle). Kabinet baru ini diberi nama kabinet Dwikora yang
disempurnakan.
Adapun proses peraliahan kekuasaan politik dari orde lama ke orde
baru adalah sebagai berikut ;
- Tanggal 16 Oktober 1966 Mayjen Soeharto telah dilantik menjadi
Menteri Panglima Angkatan Darat dan dinaikkan pangkatnya menjadi Letnan
Jenderal. Pada awalnya untuk menghormati presiden AD tetap mendukungnya. Namun
presiden enggan mengutuk G 30 S AD mulai mengurangi dukungannya dan lebih muali
tertarik bekerja sam dengan KAMI dan KAPPI.
- Keberanian KAMI dan KAPPI terutam karena merasa mendapat
perlindungan dari AD. Kesempatan ini digunakan oleh Mayjen Soeharto uintuk
menawarkan jasa baik demi pulihnya kemacetan roda pemerintahan dapat diakhiri.
Untuk itu ia mengutus tiga Jenderal yaitu M.Yusuf, Amir macmud dan Basuki
Rahmat oleh Soeharto untuk menemui presiden guna menyampaikan tawaran itu pada
tanggal 11 Maret 1966. Sebagai hasilnya lahirlah surat perintah 11 Maret
1966 .
- Pada tanggal 7 februari 1967, jenderal Soeharto menerima surat
rahasia dari Presiden melalui perantara Hardi S.H. Pada surat tersebut di
lampiri sebuah konsep surat penugasan mengenai pimpinan pemerintahan
sehari-hari kepada pemegang Supersemar.
- Pada 8 Februari 1967 oleh Jenderal Soeharto konsep tersebut
dibicarakan bersama empat panglima angkatan bersenjata.
- Disaat belum tercapainya kesepakatan antara pemimpin ABRI, masalah
pelengkap Nawaksara dan semakin bertambah gawatnya konflik, pada tanggal
9 Februari 1967 DPR-GR mengajukan resolusi dan memorandum kepada MPRS
agar sidang Istimewa dilaksanakan.
- Tanggal 10 Februari 1967 Jend. Soeharto menghadap kepad presiden
Soekarno untuk membicarakan masalah negara.
- Pada tanggal 11 Februari 1967 Jend.Soharto mengajukan konsep yang
bisa digunakan untuk mempermudah penyelesaian konflik. Konsep ini berisi
tentang pernyataan presiden berhalangan atau presiden menyerahkan kekuasaan
pemerintah kepada pemegang Supersemar sesuai dengan ketetapan MPRS
No.XV/MPRS/1966, presiden kemudian meminta waktu untuk mempelajarinya.
- Pada tanggal 12 Februari 1967, Jend.Soeharto kemudian bertemu
kembali dengan presiden, presiden tidak dapat menerima konsep
tersebut karena tidak menyetujui pernyataan yang isinya berhalangan.
- Pada tanggal 13 Februari 1967, para panglima berkummpul kembali
untuk membicarakan konsep yang telah telah disusun sebelum diajukan kepada
presiden
- Pada tanggal 20 Februari 1967 ditandatangani konsep ini oleh
presiden setelah diadakan sedikit perubahan yakni pada pasal 3 di tambah dengan
kata-kata menjaga dan menegakkan revolusi.
- Pada tanggal 23 Februari 1967, pukul 19.30 bertempat di Istana
Negara presiden /Mendataris MPRS/ Panglima tertinggi ABRI dengan resmi telah
menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada pengemban Supersemar yaitu
Jend.Soeharto.
- Pada bulan Maret 1967, MPRS mengadakan sidang istimewa dalam rangka
mengukuhkan pengunduran diri Presiden Soekarno sekaligus mengangkat Jenderal
Soeharto sebagai pejabat presiden RI.
B. ORDE BARU
1. Lahirnya Orde Baru
Akibat adanya pemberontakan Gerakan 30 September timbullah
reaksi dari berbagai Parpol,Ormas,Mahasiswa dan kalangan pelajar. Pada
tanggal 8 Oktober 1965 partai politik seperti IPTKI, NU, Partai Kristen
Indonesia, dan organisasi massa lainnya melakukan apel kebulatan tekad untuk
mengamankan Pancasila dan menuntut pembubaran PKI serta ormas-ormasnya. Pada
tanggal 23 Oktober 1965 parpol yang anti komunis membentuk Front Pancasila dan
diikuti oleh pembentukan KAMI ( Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia ), KAPI (
Ksatuan Aksi Pelajar Indonesia ), dan lain-lain. Pada tanggal 10 Januari 1966
KAMI mencetuskan TRITURA ( Tiga Tuntutan Rakyat ) “Bubarkan PKI dan
ormas-ormasnya,Bersihkan kabinet dari unsur PKI,dan turunkan harga-harga”
2. Kebijakan Politik
Orde Baru
Rezim Orde Baru memiliki kekuasaan penuh mengendalikan kehidupan
politik masa itu. Kebijakan politik yang diterapkan dalam masa Orde Baru dapat
dilihat dari awal lahirnya Orde Baru. Pemberangusan hak-hak berpolitik bagi eks
anggota PKI dan keluarganya, merupakan salah satu kebijakan yang mengundang
kontroversi dari masyarakat. Pemerintah Orde Baru memberikan kesempatan politik
hanya kepada golongan tertentu saja. Menjelang dilaksanakannya pemilu pada
tahun 197, jumlah partai yang menjadi peserta, tidak sebanyak partai politik di
tahun 1955. Dari hasil pemilu tersebut para wakil-wakil partai menduduki 360
kursi ditambah 100 kursi lagi yang anggota-anggotanya diangkat oleh Presiden
sehingga anggota DPR berjumlah 460 orang. Dari susunan kursi DPR yang semacam
ini maka DPR selalu mendukung kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Untuk
pemiliu-pemilu selanjutnya tahun 1977,1982,1987,1992, hingga 1997 pemerintah
menyederhanakan jumlah partai politik yang ada. Hal ini dilakukan sesuai dengan
Undang-Undang nomor 3 tahun 1975 . Partai Persatuan Pembangunan merupakan fusi
dari partai-partai islam seperti NU, Parmusi, PSSI, dan PERTI. Sedangkan Partai
Demokrasi Indonesia adalah fusi dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI,
dan Parkindo, hanya Golkar yang tidak mempunyai fusi partai manapun.
3. Menguatnya Peran
Negara dan Dampaknya
Pemegang
pemerintahan di Orde Baru adalah kalangan militer. Kekuasaan sentralistik yang
digunakan oleh pemerintah Orde Baru menunjukkan berbagai akibatnya di akhir
pemerintahan Orde Baru. Kekuasaan militer hampir di seluruh bidang pembangunan.
Pada akhir tahu 90-an dengan runtuhnya
rezim Orde Baru dan seiring dengan era reformasi terbuka kesempatan bagi rakyat
untuk menentanng kekuasaan yang otoriter itu . operasi militer mengerikan yang
selam 10 tahun tertutup rapat dari pengetahuan publikpun terbongkar. Presiden
Soeharto dan rezimnya menyadari bahwa, kemenangan mereka dapat tercapai antara
lain berkat dukungan tokoh-tokoh islam termasuk ormas-ormasnya simpatisan
masyumi. Tetapi ketika muncul tuntutan dari tokoh-tokoh masyumi yang baru bebas
dari tahanan rezim Orde Lama, untuk merehabilitasi partainya, Soeharto tegas
menolak dengan alasan ”yuridis, ketatanegaraan, dan psikologi “. Bahkan
Soeharto dengan nada yang agak marah, mengaskan, Ia menolak setiap keagamaan
dan akan menindak setiap usaha eksploitasi masalah agama untuk maksud-maksud
kegiatan politik yang tidak pada tempatnya. Dalam kata lain, pemerintahan Orde
Baru yang didominasi militer tidak menyukai kebangkitan politik islam.
4. Jatuhnya
Pemerintahan Orde Baru.
Pemerintah Orde Baru
selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuen terhadap tekad
awalnyamuncul Orde Baru. Pada awalnya Orde Baru bertekad melaksanakan Pancasila
dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam tatanan bermasyarakat, berbangsa,
dan bertanah air. Latar belakang munculnya tuntutan Soeharto agar mundur dari
jabatannya atau yang menjadi titik awal berakhirnya Orde Baru.
- Adanya krisis politik di mana setahun sebelum pemilu 1997,
kehidupan politik Indonesia mulai memanas. Pemerintah yang didukung Golkar berusaha
memepertahankan kemenangan mutlak yang telah dicapai dalam lima pemilu
sebelumnya. PPP begitupun PDI ataupun Golkar dianggapa tidak mampu lagi
memenuhi aspirasi politik masyarakat.
- Adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan Juli
1997. Sebenarnya krisis ini juga terjadi dibeberapa negara di Asia namun
Indonesialah yang merasakan dampak yang paling buruk. Hal ini disebabkan karena
pondasi perekonomian Indonesia rapuh, praktik KKN, dan monopoli ekonomi
mewarnai pembangunan ekonomi Indonesia.
- Adanya krisis Sosial, bersamaan dengan krisis ekonomi kekerasan di
masyarakat semakin meningkat. Melonjaknya angka pengangguran. Kesenjangan
ekonomi menyebabkan kecemburuan sosial di tengah masyarakat. Gerakan moral
dalam aksi damai menuntut reformasi mulai ditunggangi berbagai kepentingan
individu dan kelompok.
- Pelaksanaan hukum di masa Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan.
Misalnya kekuasaan kehakiman yang dinyatakan dalam pasal 24 UUD 1945 bahwa
kehakiman memilik kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan
pemerintahan. Namun pada kenyataannya kekuasaan kehakiman berada di bawah
kekuasaan eksekutif.
Kronologi jatuhnya
pemerintahan Orde Baru berawal dari terpilihnya kembali Soeharto sebagai
presiden melalui sidang umum MPR yang berlangsung tanggal 1 – 11 Maret
1998, ternyata tidak menimbulkan dampak positif yang berarti bagi upaya
pemulihan kondisi ekonomi bangsa justeru memperparah gejolak krisis. Dan
gelombang aksi mahasiswa silih berganti menyuarakan beberapa agenda reformasi.
Keberhasilan Pemerintahan Orde Baru dalam melaksanakan pembangunan
ekonomi, harus diakui sebagai suatu prestasi besar bagi bangsa Indonesia. Di
tambah dengan meningkatnya sarana dan prasarana fisik infrastruktur yang dapat
dinikmati oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.
Namun, keberhasilan ekonomi maupun infrastruktur Orde Baru kurang
diimbangi dengan pembangunan mental ( character building ) para pelaksana
pemerintahan (birokrat), aparat keamanan maupun pelaku ekonomi (pengusaha / konglomerat).
Kalimaksnya, pada pertengahan tahun 1997, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)
yang sudah menjadi budaya (bagi penguasa, aparat dan penguasa)
C. Faktor Penyebab Munculnya Reformasi
Banyak hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan
Orde Baru, terutama terletak pada ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan
hukum. Tekad Orde Baru pada awal kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam tatanan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
1. Krisis Politik
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan
menimbulkan permasalahan
politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok
tertentu, bahkan lebih banyak di pegang oleh para penguasa. Dalam UUD 1945
Pasal 2 telah disebutkan bahwa “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan
dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR”. Pada dasarnya secara de jore (secara hukum)
kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat,
tetapi secara de facto (dalam kenyataannya) anggota MPR sudah diatur dan
direkayasa, sehingga sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan
kekeluargaan (nepotisme).
Keadaan seperti ini mengakibatkan munculnya
rasa tidak percaya kepada institusi pemerintah, DPR, dan MPR. Ketidak percayaan
itulah yang menimbulkan munculnya gerakan reformasi. Gerakan reformasi menuntut
untuk dilakukan reformasi total di segala bidang, termasuk keanggotaan DPR dam
MPR yang dipandang sarat dengan nuansa KKN.
Gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan
pembaharuan terhadap lima paket undang-undang politik yang dianggap menjadi
sumber ketidakadilan, di antaranya :
UU No. 1 Tahun 1985 tentang
Pemilihan Umum
UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan,
Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR / MPR
UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai
Politik dan Golongan Karya.
UU No. 5 Tahun 1985 tentang
Referendum
UU No. 8 Tahun 1985 tentang
Organisasi Massa.
Perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional
dianggap telah menimbulkan ketimpangan ekonomi yang lebih besar. Monopoli
sumber ekonomi oleh kelompok tertentu, konglomerasi, tidak mempu menghapuskan
kemiskinan pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Kondisi dan situasi
Politik di tanah air semakin memanas setelah terjadinya peristiwa kelabu pada
tanggal 27 Juli 1996. Peristiwa ini muncul sebagai akibat terjadinya pertikaian
di dalam internal Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Krisis politik sebagai faktor penyebab
terjadinya gerakan reformasi itu, bukan hanya menyangkut masalah sekitar
konflik PDI saja, tetapi masyarakat menuntut adanya reformasi baik didalam
kehidupan masyarakat, maupun pemerintahan Indonesia. Di dalam kehidupan
politik, masyarakat beranggapan bahwa tekanan pemerintah pada pihak oposisi
sangat besar, terutama terlihat pada perlakuan keras terhadap setiap orang atau
kelompok yang menentang atau memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan
yang diambil atau dilakukan oleh pemerintah. Selain itu, masyarakat juga
menuntut agar di tetapkan tentang pembatasan masa jabatan Presiden.
Terjadinya ketegangan politik menjelang pemilihan umum tahun 1997
telah memicu munculnya kerusuhan baru yaitu konflik antar agama dan etnik yang
berbeda. Menjelang akhir kampanye pemilihan umum tahun 1997, meletus kerusuhan
di Banjarmasin yang banyak memakan korban jiwa.
Pemilihan umum tahun 1997 ditandai dengan kemenangan Golkar secara
mutlak. Golkar yang meraih kemenangan mutlak memberi dukungan terhadap
pencalonan kembali Soeharto sebagai Presiden dalam Sidang Umum MPR tahun 1998 –
2003. Sedangkan di kalangan masyarakat yang dimotori oleh para mahasiswa
berkembang arus yang sangat kuat untuk menolak kembali pencalonan Soeharto
sebagai Presiden.
Dalam Sidang Umum MPR bulan Maret 1998 Soeharto
terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia dan BJ. Habibie sebagai Wakil
Presiden. Timbul tekanan pada kepemimpinan Presiden Soeharto yang dating dari
para mahasiswa dan kalangan intelektual.
2. Krisis Hukum
Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde
Baru terdapat banyak ketidakadilan. Sejak munculnya gerakan reformasi yang
dimotori oleh kalangan mahasiswa, masalah hukum juga menjadi salah satu
tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar dapat
mendudukkan masalah-masalah hukum pada kedudukan atau posisi yang sebenarnya.
3. Krisis Ekonomi
Krisi moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak
bulan Juli 1996, juga mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ekonomi
Indonesia ternyata belum mampu untuk menghadapi krisi global tersebut. Krisi
ekonomi Indonesia berawal dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar
Amerika Serikat.
Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan ekonomi
Indonesia menjadi 0% dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin bertambah
lesu. Kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan yaitu dengan
dilikuidasainya sejumlah bank pada akhir tahun 1997. Sementara itu untuk
membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (KLBI). Ternyata udaha yang dilakukan pemerintah ini tidak
dapat memberikan hasil, karena pinjaman bank-bank bermasalah tersebut semakin
bertambah besar dan tidak dapat di kembalikan begitu saja.
Krisis moneter tidak hanya menimbulkan
kesulitan keuangan Negara, tetapi juga telah menghancurkan keuangan nasional.
Faktor lain yang menyebabkan krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak
terlepas dari masalah utang luar negeri. Utang Luar Negeri Indonesia Utang luar
negeri Indonesia menjadi salah satu faktor penyebab munculnya krisis ekonomi.
Namun, utang luar negeri Indonesia tidak sepenuhnya merupakan utang Negara,
tetapi sebagian lagi merupakan utang swasta. Utang yang menjadi tanggungan
Negara hingga 6 februari 1998 mencapai 63,462 miliar dollar Amerika Serikat,
utang pihak swasta mencapai 73,962 miliar dollar Amerika Serikat. Akibat dari
utang-utang tersebut maka kepercayaan luar negeri terhadap Indonesia semakin
menipis. Keadaan seperti ini juga dipengaruhi oleh keadaan perbankan di
Indonesia yang di anggap tidak sehat karena adanya kolusi dan korupsi serta
tingginya kredit macet.
Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945 Pemerintah Orde Baru mempunyai
tujuan menjadikan Negara Republik Indonesia sebagai Negara industri, namun
tidak mempertimbangkan kondisi riil di masyarakat. Masyarakat Indonesia
merupakan sebuah masyarakat agrasis dan tingkat pendidikan yang masih rendah.
Sementara itu, pengaturan perekonomian pada
masa pemerintahan Orde Baru sudah jauh menyimpang dari sistem perekonomian
Pancasila. Dalam Pasal 33 UUD 1945 tercantum bahwa dasar demokrasi ekonomi,
produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan
anggota-anggota masyarakat. Sebaliknya, sistem ekonomi yang berkembang pada
masa pemerintahan Orde Baru adalah sistem ekonomi kapitalis yang dikuasai oleh
para konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoly, dan diwarnai
dengan korupsi dan kolusi.
Pola Pemerintahan Sentralistis Sistem pemerintahan yang
dilaksanakan oleh pemerintah Orde Baru bersifat sentralistis. Di dalam
pelaksanaan pola pemerintahan sentralistis ini semua bidang kehidupan berbangsa
dan bernegara diatur secara sentral dari pusat pemerintah yakni di Jakarta.
Pelaksanaan politik sentralisasi yang sangat
menyolok terlihat pada bidang ekonomi. Ini terlihat dari sebagian besar
kekayaan dari daerah-daerah diangkut ke pusat. Hal ini menimbulkan
ketidakpuasan pemerintah dan rakyat di daerah terhadap pemerintah pusat.
Politik sentralisasi ini juga dapat dilihat dari pola pemberitaan pers yang
bersifat Jakarta-sentris, karena pemberitaan yang berasala dari Jakarta selalu
menjadi berita utama. Namun peristiwa yang terjadi di daerah yang kurang
kaitannya dengan kepentingan pusat biasanya kalah bersaing dengan berita-barita
yang terjadi di Jakarta dalam merebut ruang, halaman, walaupun yang
memberitakan itu pers daerah.
4. Krisis Kepercayaan
Demontrasi di lakukan oleh para mahasiswa bertambah gencar setelah
pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos Elang Mulia Lesmana, Heri
Hartanto, Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin Royan.
Tragedi Trisakti itu telah mendorong munculnya
solidaritas dari kalangan kampus dan masyarakat yang menantang kebijakan
pemerintahan yang dipandang tidak demokratis dan tidak merakyat.
Soeharto kembali ke Indonesia, namun tuntutan dari masyarakat agar
Presiden Soeharto mengundurkan diri semakin banyak disampaikan. Rencana
kunjungan mahasiswa ke Gedung DPR / MPR untuk melakukan dialog dengan para
pimpinan DPR / MPR akhirnya berubah menjadi mimbar bebas dan mereka memilih
untuk tetap tinggal di gedung wakil rakyat tersebut sebelum tuntutan reformasi
total di penuhinya. Tekanan-tekanan para mahasiswa lewat demontrasinya agar
presiden Soeharto mengundurkan diri akhirnya mendapat tanggapan dari Harmoko
sebagai pimpinan DPR / MPR. Maka pada tanggal 18 Mei 1998 pimpinan DPR/MPR
mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri.
Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh agama,
tokoh-tokoh masyarakat di Jakarta. Kemudian Presiden mengumumkan tentang
pembentukan Dewan Reformasi, melakukan perubahan kabinet, segera melakukan
Pemilihan Umum dan tidak bersedia dicalonkan kembali sebagai Presiden.
Dalam perkembangannya, upaya pembentukan Dewan Reformasi dan
perubahan kabinet tidak dapat dilakukan. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998
Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri/berhenti sebagai Presiden
Republik Indonesia dan menyerahkan Jabatan Presiden kepada Wakil Presiden Republik
Indonesia, B.J. Habibie dan langsung diambil sumpahnya oleh Mahkamah Agung
sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru di Istana.
D. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA ORDE LAMA, BARU DAN JUGA
REFORMASI
v Persamaan
a.
Sama-sama masih terdapat
ketimpangan ekonomi, kemiskinan, dan ketidakadilan Setelah Indonesia
Merdeka, ketimpangan ekonomi tidak separah ketika zaman penjajahan namun tetap
saja ada terjadi ketimpangan ekonomi, kemiskinan, dan ketidakadilan. Dalam 26
tahun masa orde baru (1971-1997) rasio pendapatan penduduk daerah terkaya dan
penduduk daerah termiskin meningkat dari 5,1 (1971) menjadi 6,8 (1983) dan naik
lagi menjadi 9,8 (1997). Ketika reformasi ketimpangan distribusi pendapatan
semakin tinggi dari 0,29 (2002) menjadi 0,35 (2006).
b.
Sehingga dapat dikatakan bahwa
kaum kaya memperoleh manfaat terbesar dari pertumbuhan ekonomi yang dikatakan
cukup tinggi, namun pada kenyataanya tidak merata terhadap masyarakat.
c.
d.
o Adanya KKN (Korupsi, Kolusi,
Nepotisme)
Orde Lama: Walaupun kecil, korupsi sudah ada.
e.
Orde Baru: Hampir semua jajaran
pemerintah koruptor (KKN).
f.
Reformasi: Walaupun sudah
dibongkar dan dipublikasi di mana-mana dari media massa,media elektronik,dll
tetap saja membantah melakukan korupsi.
g.
Hal ini menimbulkan krisis
kepercayaan masyarakat yang sulit untuk disembuhkan akibat praktik-pratik
pemerintahan yang manipulatif dan tidak terkontrol.
h.
Kebijakan Pemerintah
i.
Sejak pemerintahan orde lama
hingga orde reformasi kini, kewenangan menjalankan anggaran negara tetap ada
pada Presiden (masing-masing melahirkan individu atau pemimpin yang sangat kuat
dalam setiap periode pemerintahan sehingga menjadikan mereka seperti “manusia
setengah dewa”). Namun tiap-tiap masa pemerintahan mempunyai cirinya
masing-masing dalam menjalankan arah kebijakan anggaran negara. Hal ini
dikarenakan untuk disesuaikan dengan kondisi: stabilitas politik, tingkat
ekonomi masyarakat, serta keamanan dan ketertiban.
j.
Kebijakan anggaran negara yang
diterapkan pemerintah selama ini sepertinya berorientasi pada ekonomi
masyarakat. Padahal kenyataannya kebijakan yang ada biasanya hanya untuk
segelintir orang dan bahkan lebih banyak menyengsarakan rakyat. Belum lagi
kebijakan-kebijakan yang tidak tepat sasaran, yang hanya menambah beban APBN.
Bila diteliti lebih mendalam kebijakan-kebijakan sejak Orde Baru hingga
sekarang hanya bersifat jangka pendek. Dalam arti kebijakan yang ditempuh bukan
untuk perencanaan ke masa yang akan datang, namun biasanya cenderung untuk
mengatur hal-hal yang sedang dibutuhkan saat ini.
v Perbedaan
- Orde
lama (Demokrasi Terpimpin)
1. Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain
disebabkan oleh :
a. Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu
mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu
pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata
uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang
pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied
Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang
NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah
RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia)
sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang
yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
b. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk
menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
c. Kas negara kosong.
d. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara
lain :
a.Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman
dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
b.Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak
dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera
dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
c.Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh
kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang
mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang,
serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
d.Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga
bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
e.Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa
petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan
perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian
merupakan sumber kekayaan).
2. Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem
ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada
pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez
passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan
pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya
memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
a)Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret
1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b)Program
Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan
mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing
dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya
pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan
pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional.
Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif
dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
c)Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951
lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
d)Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr
Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan
pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan
pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi
usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena
pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk
mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
e)Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk
pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang
menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa
mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.
3. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem
demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem
etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan
akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan
ekonomi (mengikuti Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi
yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi
Indonesia, antara lain :
a)Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai
berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000
menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
b)Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis
Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan
stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga
barang-baranga naik 400%.
c)Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp
1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat
uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali
lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini
malah meningkatkan angka inflasi.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena
pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak
proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat
politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Sekali lagi, ini
juga salah satu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi terpimpin
yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam
politik, eonomi, maupun bidang-bidang lain.
- Orde Baru/ Orba (Demokrasi Pancasila)
Pada masa orde baru, pemerintah menjalankan kebijakan yang tidak mengalami
perubahan terlalu signifikan selama 32 tahun. Dikarenakan pada masa itu
pemerintah sukses menghadirkan suatu stablilitas politik sehingga mendukung
terjadinya stabilitas ekonomi. Karena hal itulah maka pemerintah jarang sekali
melakukan perubahan-perubahan kebijakan terutama dalam hal anggaran negara.
Pada masa
pemerintahan orde baru, kebijakan ekonominya berorientasi kepada pertumbuhan
ekonomi. Kebijakan ekonomi tersebut didukung oleh kestabilan politik yang
dijalankan oleh pemerintah. Hal tersebut dituangkan ke dalam jargon kebijakan
ekonomi yang disebut dengan Trilogi Pembangungan, yaitu stabilitas politik,
pertumbuhan ekonomi yang stabil, dan pemerataan pembangunan.
Hal ini
berhasil karena selama lebih dari 30 tahun, pemerintahan mengalami stabilitas
politik sehingga menunjang stabilitas ekonomi. Kebijakan-kebijakan ekonomi pada
masa itu dituangkan pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(RAPBN), yang pada akhirnya selalu disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
untuk disahkan menjadi APBN.
APBN pada
masa pemerintahan Orde Baru, disusun berdasarkan asumsi-asumsi perhitungan
dasar. Yaitu laju pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, harga ekspor minyak
mentah Indonesia, serta nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika.
Asumsi-asumsi dasar tersebut dijadikan sebagai ukuran fundamental ekonomi
nasional. Padahal sesungguhnya, fundamental ekonomi nasional tidak didasarkan
pada perhitungan hal-hal makro. Akan tetapi, lebih kearah yang bersifat
mikro-ekonomi. Misalnya, masalah-masalah dalam dunia usaha, tingkat resiko yang
tinggi, hingga penerapan dunia swasta dan BUMN yang baik dan bersih. Oleh
karena itu pemerintah selalu dihadapkan pada kritikan yang menyatakan bahwa
penetapan asumsi APBN tersebut tidaklah realistis sesuai keadaan yang terjadi.
Format
APBN pada masa Orde baru dibedakan dalam penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan
terdiri dari penerimaan rutin dan penerimaan pembangunan serta pengeluaran
terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Sirkulasi anggaran
dimulai pada 1 April dan berakhir pada 31 Maret tahun berikutnya. Kebijakan
yang disebut tahun fiskal ini diterapkan seseuai dengan masa panen petani,
sehingga menimbulkan kesan bahwa kebijakan ekonomi nasional memperhatikan
petani.
APBN pada
masa itu diberlakukan atas dasar kebijakan prinsip berimbang, yaitu anggaran
penerimaan yang disesuaikan dengan anggaran pengeluaran sehingga terdapat
jumlah yang sama antara penerimaan dan pengeluaran. Hal perimbangan tersebut
sebetulnya sangat tidak mungkin, karena pada masa itu pinjaman luar negeri
selalu mengalir. Pinjaman-pinjaman luar negeri inilah yang digunakan pemerintah
untuk menutup anggaran yang defisit.
Ini
artinya pinjaman-pinjaman luar negeri tersebut ditempatkan pada anggaran
penerimaan. Padahal seharusnya pinjaman-pinjaman tersebut adalah utang yang
harus dikembalikan, dan merupakan beban pengeluaran di masa yang akan datang.
Oleh karena itu, pada dasarnya APBN pada masa itu selalu mengalami defisit
anggaran.
Penerapan
kebijakan tersebut menimbulkan banyak kritik, karena anggaran defisit negara
ditutup dengan pinjaman luar negeri. Padahal, konsep yang benar adalah
pengeluaran pemerintah dapat ditutup dengan penerimaan pajak dalam negeri.
Sehingga antara penerimaan dan pengeluaran dapat berimbang. Permasalahannya,
pada masa itu penerimaan pajak saat minim sehingga tidak dapat menutup defisit
anggaran.
Namun
prinsip berimbang ini merupakan kunci sukses pemerintah pada masa itu untuk
mempertahankan stabilitas, khususnya di bidang ekonomi. Karena pemerintah dapat
menghindari terjadinya inflasi, yang sumber pokoknya karena terjadi anggaran
yang defisit. Sehingga pembangunanpun terus dapat berjalan.
Prinsip
lain yang diterapkan pemerintah Orde Baru adalah prinsip fungsional. Prinsip
ini merupakan pengaturan atas fungsi anggaran pembangunan dimana pinjaman luar
negeri hanya digunakan untuk membiayai anggaran belanja pembangunan. Karena
menurut pemerintah, pembangunan memerlukan dana investasi yang besar dan tidak
dapat seluruhnya dibiayai oleh sumber dana dalam negeri.
Pada
dasarnya kebijakan ini sangat bagus, karena pinjaman yang digunakan akan
membuahkan hasil yang nyata. Akan tetapi, dalam APBN tiap tahunnya cantuman
angka pinjaman luar negeri selalu meningkat. Hal ini bertentangan dengan
keinginan pemerintah untuk selalu meningkatkan penerimaan dalam negeri. Dalam
Keterangan Pemerintah tentang RAPBN tahun 1977, Presiden menyatakan bahwa
dana-dana pembiayaan yang bersumber dari dalam negeri harus meningkat. Padahal,
ketergantungan yang besar terhadap pinjaman luar negeri akan menimbulkan
akibat-akibat. Diantaranya akan menyebabkan berkurangnya pertumbuhan ekonomi.
Hal lain
yang dapat terjadi adalah pemerataan ekonomi tidak akan terwujud. Sehingga yang
terjadi hanya perbedaan penghasilan. Selain itu pinjaman luar negeri yang
banyak akan menimbulkan resiko kebocoran, korupsi, dan penyalahgunaan. Dan
lebih parahnya lagi ketergantungan tersebut akan menyebabkan negara menjadi
malas untuk berusaha meningkatkan penerimaan dalam negeri.
Prinsip
ketiga yang diterapakan oleh pemerintahan Orde Baru dalam APBN adalah, dinamis
yang berarti peningkatan tabungan pemerintah untuk membiayai pembangunan. Dalam
hal ini pemerintah akan berupaya untuk mendapatkan kelebihan pendapatan yang
telah dikurangi dengan pengeluaran rutin, agar dapat dijadikan tabungan
pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah dapat memanfaatkan tabungan tersebut
untuk berinvestasi dalam pembangunan.
Kebijakan
pemerintah ini dilakukan dengan dua cara, yaitu derelgulasi perbankan dan
reformasi perpajakan. Akan tetapi, kebijakan demikian membutuhkan waktu dan
proses yang cukup lama. Akibatnya, kebijakan untuk mengurangi bantuan luar
negeri tidak dapat terjadi karena jumlah pinjaman luar negeri terus meningkat.
Padahal disaat yang bersamaan persentase pengeluaran rutin untuk membayar pinjaman
luar negeri terus meningkat. Hal ini jelas menggambarkan betapa APBN pada masa
pemerintahan Orde Baru sangat bergantung pada pinjaman luar negeri. Sehingga
pada akhirnya berakibat tidak dapat terpenuhinya keinginan pemerintah untuk
meningkatkan tabungannya.
- Masa Reformasi (Demokrasi Liberal)
Pada masa krisis ekonomi,ditandai dengan tumbangnya pemerintahan Orde Baru
kemudian disusul dengan era reformasi yang dimulai oleh pemerintahan Presiden
Habibie. Pada masa ini tidak hanya hal ketatanegaraan yang mengalami perubahan,
namun juga kebijakan ekonomi. Sehingga apa yang telah stabil dijalankan selama
32 tahun, terpaksa mengalami perubahan guna menyesuaikan dengan keadaan.
Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan
manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya
diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan
presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk
menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi
yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi,
dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang
menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya
digantikan oleh presiden Megawati.
Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri mengalami masalah-masalah yang
mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum.
Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi
antara lain :
a)Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan
Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp
116.3 triliun.
b)Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di
dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi
kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil
menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini
memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan
asing.
Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),
tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal
keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan
modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono terdapat kebijakan kontroversial
yaitu mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM.
Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran
subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta
bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua,
yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak
sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah
sosial.Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah
mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim
investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit
pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan
kepala-kepala daerah.
Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan
kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk
memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salah satunya
adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi
asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang
pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak
lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun
wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya
laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan
jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi
39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal,
antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat
kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector
riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi
pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja
Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu
sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di lain
pihak, kondisi dalam negeri masih kurang kondusif.
o Masalah
pemanfaatan kekayaan alam.
Pada masa orde lama : Konsep Bung Karno tentang kekayaan alam sangat jelas.
Jika Bangsa Indonesia belum mampu atau belum punya iptek untuk menambang minyak
bumi dsb biarlah SDA tetap berada di dalam perut bumi Indonesia. Kekayaan alam
itu akan menjadi tabungan anak cucu di masa depan. Biarlah anak cucu yang
menikmati jika mereka sudah mampu dan bisa. Jadi saat dipimpin Bung Karno,
meski RI hidup miskin, tapi Bung Karno tidak pernah menggadaikan (konsesi)
tambang-tambang milik bangsa ke perusahaan asing. Penebangan hutan pada masa
Bung Karno juga amat minim.
Pada masa
Orde Baru konsepnya bertolak belakang dengan orde lama.Apa yang bisa
digadaikan; digadaikan. Kalo bisa ngutang ya ngutang. Yang penting bisa selalu
makan enak dan hidup wah. Rakyat pun merasa hidup berkecukupan pada masa Orba.
Beras murah, padahal sebagian adalah beras impor. Beberapa gelintir orang
mendapat rente ekonomi yang luar biasa dari berbagai jenis monopoli impor
komoditi bahan pokok, termasuk beras, terigu, kedelai dsb. Semua serba tertutup
dan tidak tranparan. Jika ada orang mempertanyakan, diancam tuduhan subversif.
Hutan dijadikan sumber duit, dibagi menjadi kapling-kapling HPH; dibagi-bagi ke
orang-orang tertentu (kroni) secara tidak transparan. Ingat fakta sejarah: Orde
Baru tumbang akibat demo mahasiswa yang memprotes pemerintah Orba yang
bergelimang KKN. Jangan dilupakan pula bahwa ekonomi RI ambruk parah ditandai
Rupiah terjun bebas ke Rp 16.000 per dollar terjadi masih pada masa Orde Baru.
Masa
Reformasi krisis ekonomi parah sudah terjadi. Utang LN tetap harus dibayar.
Budaya korupsi yang sudah menggurita sulit dihilangkan, meski pada masa
Presiden SBY pemberantasan korupsi mulai kelihatan wujudnya.. Rakyat menikmati
kebebasan (namun sepertinya terlalu “bebas”). Media masa menjadi terbuka.
Yang
memimpikan kembalinya rezim totaliter mungkin hanyalah sekelompok orang yang
dulu amat menikmati previlege dan romantisme kenikmatan duniawi di zaman
Orba.Sekarang kita mewarisi hutan yang sudah rusak parah; industri kayu yang
sudah terbentuk dimana-mana akibat dari berbagai HPH , menjadi muara dari
illegal logging.
o Sistem
pemerintahan
Orde lama : kebijakan pada pemerintah, berorientasi pada politik,semua proyek
diserahkan kepada pemerintah, sentralistik,demokrasi Terpimpin, sekularisme.
Orde baru : kebijakan masih pada pemerintah, namun sektor ekonomi sudah
diserahkan ke swasta/asing, fokus pada pembangunan ekonomi, sentralistik,
demokrasi Pancasila, kapitalisme.
Soeharto dan Orde Baru tidak bisa dipisahkan. Sebab, Soeharto melahirkan Orde
Baru dan Orde Baru merupakan sistem kekuasaan yang menopang pemerintahan
Soeharto selama lebih dari tiga dekade. Betulkah Orde Baru telah berakhir? Kita
masih menyaksikan praktik-praktik nilai Orde Baru hari ini masih menjadi
karakter dan tabiat politik di negeri ini. Kita masih menyaksikan koruptor
masih bercokol di negeri ini. Perbedaan Orde Baru dan Orde Reformasi secara
kultural dan substansi semakin kabur. Mengapa semua ini terjadi? Salah satu
jawabannya, bangsa ini tidak pernah membuat garis demarkasi yang jelas terhadap
Orde Baru. Tonggak awal reformasi 11 tahun lalu yang diharapkan bisa menarik
garis demarkasi kekuatan lama yang korup dan otoriter dengan kekuatan baru yang
ingin melakukan perubahan justru “terbelenggu” oleh faktor kekuasaan.Sistem
politik otoriter (partisipasi masyarakat sangat minimal) pada masa orba
terdapat instrumen-instrumen pengendali seperti pembatasan ruang gerak pers,
pewadahunggalan organisasi profesi, pembatasan partai poltik, kekuasaan militer
untuk memasuki wilayah-wilayah sipil, dll.
Orde reformasi : pemerintahan tidak punya kebijakan (menuruti alur parpol di
DPR), pemerintahan lemah, dan muncul otonomi daerah yang kebablasan, demokrasi
Liberal (neoliberaliseme), tidak jelas apa orientasinya dan mau dibawa kemana
bangsa ini.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari Sejarah panjang
mengenai dinamika politik pada masa orde lama di Indonesia yang berhubungan
dengan praktek politik berdasar demokrasi muncul semenjak dikelurkannya
Maklumat Wakil Presiden No.X, 3 November 1945, yang menganjurkan pembentukan
partai-partai politik. Perkembangan demokrasi dalam masa revolusi dan demokrasi
parlementer dicirikan oleh distribusi kekuasaan yang khas. Presiden Soekarno
ditempatkan sebagai pemilik kekuasaan simbolik dan ceremonial, sementara
kekuasaan pemerintah yang nyata dimiliki oleh Perdana Menteri, kabinet dan
parlemen. Kegiatan partisipasi politik di masa itu berjalan dengan hingar
bingar, terutama melalui saluran partai politik yang mengakomodasikan berbagai
ideologi dan nilai-nilai primordialisme yang tumbuh di tengah masyarakat.
Namun, demikian, masa itu ditandai oleh terlokalisasinya proses politik dan
formulasi kebijakan pada segelintir elit politik semata, hal tersebut
ditunjukan pada rentang 1945-1959 ditandai dengan adanya tersentralisasinya
kekuasaan pada tangan elit-elit partai dan masyarakat berada dalam keadaan
terasingkan dari proses politik.
Namun pada akhirnya
masa tersebut mengalami kehancuran setelah adanya perpecahan antar-elit dan
antar-partai politik di satu sisi dan pada sisi yang lain adalah karena
penentangan dari Soekarno dan Militer terhadap distribusi kekuasaan yang ada,
terlebih Bung Karno sangat tidak menyukai jika dirinya hanya dijadikan Presiden
simbolik. Perpecahan yang terjadi diantara partai politik yang diperparah oleh
konflik tersembunyi antara kekuatan partai dengan Bung Karno dan Militer, serta
adanya ketidakmampuan sistem cabinet dalam merealisasikan program-programnya
dan mengatasi potensi perpecahan regional, telah membuat periode revolusi dan
demokrasi parlementer oleh krisis integrasi dan stabilitas yang parah. Pada
keadaan inilah Bung Karno memanfaatkan situasi dan pihak militer untuk menggeser
tatanan pemerintahan ke arah demokrasi terpimpin pun ada di depan mata. Dengan
adanya Konsepsi Presiden tahun 1957, direalisasikannya nasionalisasi ekonomi,
dan berlakunya UU darurat, maka pintu ke arah Demokrasi terpimpin pun dapat
diwujudkan seperti apa yang telah dia idam-idamkan. Mengenai demokrasi
terpimpin yang sudah di depan mata Bung Karno. Jelas permasalahan dari
demokrasi terpimpin sendiri kita ketahui adalah berubahnya peta distribusi
kekuasaan. Kekuasaan yang semula terbagi dalam sistem parlementer berubah
menjadi kekuasaan yang terpusat (sentralistik) pada tangan Bung Karno, dan
secara signifikan diimbangi oleh peran dan kekuasaan PKI dan Angkatan Darat.
Dan akhirnya menjadi blunder bagi Bung Karno sendiri dengan adanya peristiwa pemberontakan
PKI tanggal 30 september 1965 dalam kepemerintahannya. Setelah itu terjadi
penyerahan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru.
Keruntuhan
Orde Lama dan kelahiran Orde Baru di penghujung tahun 1960-an menandai
tumbuhnya harapan akan perbaikan keadaan sosial, ekonomi dan politik. Dalam
kerangka ini, banyak kalangan berharap akan terjadinya akselerasi pembangunan
politik ke arah demokrasi. Salah satu harapan dominan yang berkembang saat itu
adalah bergesernya power relationship antara negara dan masyarakat. Harapan
akan tumbuhnya demokrasi tersebut adalah harapan yang memiliki dasar argumen
empirik yang memadai diantaranya adalah berbeda dengan demokrasi terpimpin Bung
Karno yang lahir sebagai produk rekayasa elit, orde baru lahir karena adanya
gerakan massa yang berasal dari arus keinginan arus bawah, kemudian rekrutmen
elit politik di tingkat nasional yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru pada
saat pembentukannya memperlihatkan adanya kesejajaran. Dalam artian, mengenai
kebijakan politik yang ada tidak lagi diserahkan pada peran politis dan
ideology, melainkan pada para teknokrat yang ahli. Sejalan dengan dasar empirik
sebelumnya, masa awal orde baru ditandai oleh terjadinya perubahan besar dalam
pegimbangan politik di dalam Negara dan masyarakat, sebelumya pada era Orde
Lama kita tahu bahwa pusat kekuasaan ada di tangan presiden, militer dan PKI.
Namun pada Orde Baru terjadi pergeseran pusat kekuasaan dimana dibagi dalam
militer, teknokrat, dan kemudian birokrasi. Namun harapan itu akhirnya menemui ajalnya
ketika pada pemilu 1971, golkar secara mengejutkan memenangi pemilu lebih dari
separuh suara dalam pemilu.Itulah beberapa sekelumit cerita tentang Orde Lama
dan Orde Baru, tentang bagaimana kehidupan sosial, politik dan ekonomi di masa
itu. Yang kemudian pada orde baru akhirnya tumbang bersamaan dengan tumbangnya
Pak Harto atas desakan para mahasiswa di depan gendung DPR yang akhrinya pada
saat itu titik tolak era Reformasi lahir. Dan pasca reformasilah demokrasi yang
bisa dikatakan demokrasi yang di Inginkan pada saat itu perlahan-lahan mulai
tumbuh hingga sekarang ini.
SARAN
Perjalanan kehidupan birokrasi di Indonesia selalu dipengaruhi oleh
kondisi sebelumnya. Budaya birokrasi yang telah ditanamkan sejak jaman
kolonialisme berakar kuat hingga reformasi saat ini. Paradigma yang dibangun
dalam birokrasi Indonesia lebih cenderung untuk kepentingan kekuasaan.
Struktur, norma, nilai, dan regulasi birokrasi yang demikian diwarnai dengan
orientasi pemenuhan kepentingan penguasa daripada pemenuhan hak sipil warga
negara. Budaya birokrasi yang korup semakin menjadi sorotan publik saat ini.
Banyaknya kasus KKN menjadi cermin buruknya mentalitas birokrasi secara
institusional maupun individu.
Sejak orde lama hingga reformasi, birokrasi selalu menjadi alat politik yang
efisien dalam melanggengkan kekuasaan. Bahkan masa orde baru, birokrasi sipil
maupun militer secara terang-terangan mendukung pemerintah dalam mobilisai
dukungan dan finansial. Hal serupa juga masih terjadi pada masa reformasi,
namun hanya di beberapa daerah. Beberapa kasus dalam Pilkada yang sempat
terekam oleh media menjadi salah satu bukti nyata masih adanya penggunaan
birokrasi untuk suksesi.
Sebenarnya penguatan atau ”penaklukan” birokrasi bisa saja dilakukan dengan
catatan bahwa penaklukan tersebut didasarkan atas itikad baik untuk
merealisasikan program-program yang telah ditetapkan pemerintah. Namun
sayangnya, penaklukan ini hanya dipahami para pelaku politik adalah untuk
memenuhi ambisi dalam memupuk kekuasaan.
Mungkin dalam hal
ini, kita sebagai penerus bangsa harus mampu dan terus bersaing dalam
mewujudkan Indonesia yang lebih baik dari sebelumnya , harga diri bangsa
Indonesia adalah mencintai dan menjaga aset Negara untuk dijadikan simpanan
buat anak cucu kelak. Dalam proses pembangunan bangsa ini harus bisa menyatukan
pendapat demi kesejahteraan masyarakat umumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Tim Penyusun. 2005. Sejarah Untuk SMA kelas
XII Program Ilmu Sosial Dan Bahasa. Klaten : Cempaka Putih.
Tim Penyusun, MGMP. 2008. Sejarah Nasional
Indonesia Dan Dunia untuk Kelas XII SMA Program IPS. Malili : Raodah Foto
Copy.
http ;//www.wikipedia.org/sejarah indonesia//
CASINO HOTEL in MASSUL - JM Hub
BalasHapusCASINO HOTEL in MASSUL 경주 출장마사지 is a Wedding 모바일 바카라 Venue in MASSUL, United States, open 24 hours. 충주 출장샵 The venue 시흥 출장안마 has an 양산 출장샵 outdoor pool, a restaurant and a fitness centre.